Jumat, 17 Maret 2017

Hukum menamai manusia dengan nama Allah

Hukum menamai manusia dengan nama Allah 


Tulisan ini kami copas dr sebuah unggahan di fb tanggal 13 januari 2013

Tulisan kali ini adalah materi tambahan yang disampaikan oleh Ustadz Marwan di kajian rutin Ma'had 'Ilmi materi 'Aqidah yang disarikan dari kitab Qowa'idul Mutsla fii Shifatillahi wa Asma-il Husna karya Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin rohimahulloh. Materi ini diberikan setelah mempelajari kaidah pertama dalam mempelajari dan memahami nama Allah Ta'ala, yakni 
"Nama-nama Allaah Ta'ala semuanya adalah husna (paling baik)."
Dalilnya, yakni Quran Surat Al-A'raaf ayat 180
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ  
"Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan."
Bismillaahirrohmanirrohiim.

Bagaimanakah hukum menamai manusia dengan nama Allah Ta'ala?
Pertanyaan ini ditanyakan kepada Syaikh Shalih Utsaimin.

Jawaban :
Penamaan dengan menggunakan nama Allah memiliki 2 sisi :
Sisi pertama terbagi menjadi dua,
a. Nama tersebut bersambung dengan Alif Lam. Jika demikian nama tersebut tidak boleh digunakan selain untuk Allah 'Azza Wa Jalla, karena Alif lam itu menunjukkan makna asal dari nama tersebut. Misal nama Ar-Rohiim, Al-Malik, 
b. Penamaan tersebut dimaksudkan pada makna sifat yang dikandung oleh nama tersebut, maka ini juga tidak boleh, meskipun tidak bersambung dengan Alif lam. Oleh karena itu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengubah nama kunyah shahabat Abul Hakm, karena orang-orang berdatangan keapda Abul Hakm untuk meminta (fatwa) hukum suatu hal. Lalu nama tersebut diganti menjadi Abu Syuraih yagn merupakan nama anak pertama shahabat tersebut.

Sisi kedua
Penamaan tersebut tidak bersambung dengan Alif lam dan tidak bermaksud (ditujukan) untuk makna sifat yang dikandungnya. Maka ini tidak mengapa.
Salah satu contohnya adalah nama salah seorang shahabat, yakni Hakim ibn Hizam.
Tapi kalau nama "Jabbar", seyogyanya tidak dipakai karena nama tersebut bisa berpengaruh kepada orang yang memakainya.


-to be continued-

di tulisan selanjutnya, InsyaaALLAH membahas pertanyaan kedua mengenai hal ini sekaligus menyimpulkan bagaimana hukum menamai manusia (seseorang) dengan nama Allah Ta'ala
Semoga bermanfaat.

Subhanakallahumma wabihamdika, asyhadu an laa ilaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik.
Maha suci Engkau Ya Allah, aku memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Dzat yang berhak disembah selain-Mu, aku minta ampun dan bertaubat kepada-Mu.
(Hadits Riwayat Ashhaabus Sunan)

Baarokallohu fiykum.
Apa hukumnya penamaan dengan nama-nama Allah semisal Al-Hakiim dan Ar-Rahiim?

Dibolehkan seseorang dinamai dengan nama-nama tersebut dengan syarat bukan bertujuan pada makna nama yang dikandung oleh nama tersebut. Di antara para shahabat ada dinamai dengan Al-Hakm dan Hakim ibn Hizam, ada juga seseorang yang dinamai dengan "'Adl"
Adapun jika dimaksudkan makna yang terkandung dari sifat/nama tersebut, maka zhohirnya tidak boleh.
Yang menjadi patokan sebenarnya dalam masalah ini, yaitu zhohir dari jawaban pertanyaan yang ditujukan kepada Lajnah Daimah, Arab Saudi. Di mana lajnah pernah menerima pertanyaan :

"Apakah yang berikut ini bisa dijadikan dalil atas haramnya penamaan makhluk dengan nama Allah? :
1. Di mana telah kita ketahui bahwa menamai makhluk dengan nama Allah : "اللَّهُ" (lafzhun jalalah) itu adalah terlarang, maka menamai makhluk dengan nama-nama lainnya juga tidak boleh, karena tidak ada perbedaan di antara nama-nama Allah Ta'ala yang lain.
2.  Telah maklum diketahui dalam pembahasan ilmu nahwu, apabila ada jar majrur mendahului isim ma'rifat (اَلْ), maka memberikan qasr/hasr (pengkhususan/pembatasan) isim ma'rifat hanya untuk jar majrur tersebut. Seperti firman Allah
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ 
Berarti ayat tersebut menunjukkan Asmaul Husna hanya milik Allah Ta'ala.
Bolehkah dua hal ini dijadikan dalil?"

Jawaban :
1. Jika nama-nama Allah tersebut merupakan nama syakhs (pribadi/khusus) bagi Allah, seperti اللَّهُ maka tidak boleh untuk selain Allah, karena nama tersebut hanya tertentu saja, yaitu اللَّهُ dan nama tersebut di dalamnya tidak menerima persekutuan. Demikian pula nama-nama Allah yang lainnya yang tidak mengandung dan tidak menerima persekutuan, maka tidak boleh menamai makhluk dengan nama-nama tersebut, seperti Al-Kholiq[1], Al-Baari[2]. Adapun jika nama tersebut mengandung nama tersebut mengandung makna yang kulli (umum), mencakup semua yang masing-masing yang dicakup memiliki tingkatan yang berbeda-beda satu sama lain, maka boleh menamai selain Allah dengan nama tersebut (dari segi kandungan makna), seperti Al-Malik (yang berkuasa), Al-Aziz (perkasa), maka dalam Al-Quran Surat Yusuf ada nama makhluk "Aziz". Demikian juga Al-Mutakabbir, Al-Jabbar.
Meskipun dibolehkan bukan berarti sama antara اللَّهُ dan makhluk, karena jelas sungguh berbeda.

2. Yang dimaksud dengan kekhususan dalam ayat tersebut adalah "husna"nya, bukan "nama"nya.


Pertanyaan :
Apabila telah ditetapkan tadi bahwa ada nama yang tidak boleh dinamakan untuk makhluk dan ada yang boleh. Apakah Ar-Rohman dan Al-Qoyyim dibolehkan?


Jawaban :
Nama Ar-Rohman karena saking sering digunakan untuk اللَّهُ maka tidak boleh digunakan.

Untuk nama Al-Qoyyim, kita simak apa arti dari nama tersebut.
Al-Qoyyim bermakna yang merasa cukup dengan dirinya, tidak butuh orang lain, yang bisa berdiri sendiri dan selainnya butuh kepada dirinya.
Apakah manusia memiliki sifat yang dikandung oleh nama tersebut?
Tentu saja tidak, maka tidak boleh memberikan nama Al-Qoyyim kepada selain Allah.



Kesimpulan :
  • Apabila nama tersebut khusus untuk اللَّهُ maka tidak boleh, seperti اللَّهُ, Al-Kholiq, Al-Baari, Ar-Rohman.
  • Apabila penggunaan nama tersebut ditujukan kepada makna yang dikandung pada nama tersebut -meski tanpa اَلْ- maka tidak boleh memberikan nama makhluk dengan nama tersebut.
  • Boleh menamai makhluk dengan nama Allah jika pada keadaan selain dua poin di atas.


Wallahu Ta'ala A'laam.
Silahkan merujuk buku Syaikh Abdurrozaq : Fiqh Asmaul Husna

Subhanakallahumma wabihamdika, asyhadu an laa ilaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik.
Maha suci Engkau Ya Allah, aku memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Dzat yang berhak disembah selain-Mu, aku minta ampun dan bertaubat kepada-Mu.
(Hadits Riwayat Ashhaabus Sunan)

Baarokallohu fiykum